Minggu, 09 Desember 2012

PENALARAN


PENALARAN
A.      ARTI KATA
Pengertian Penalaran dari Berbagai Sumber:
1.      Berdasarkan e-learning gunadarma
Penalaran adalah bentuk tertinggi dari pemikiran. Secara sederhana penalaran dapat diartikan sebagai proses pengambilan kesimpulan berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya.
2.      Berdasarkan Wikipedia
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
3.      Berdasarkan Kamus Besar Indonesia
a.  Cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis; jangkauan pemikiran. Contoh : kepercayaan takhayul serta – yang tidak logis haruslah dikikis habis
b.    Hal yang mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman
c.     Proses mental dengan mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip

Pengertian Penalaran Menurut Para Ahli:
1.      Bakry (1986:1) menyatakan bahwa Penalaran atau Reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
2.   Suriasumantri (2001:42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
3.      Keraf (1985:5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu kesimpulan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan fakta-fakta atau data yang sistematik menuju suatu kesimpulan berupa pengetahuan. Dengan kata lain, penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis.

Macam-macam Penalaran, Penalaran ada dua jenis yaitu :

1.      Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah generalisasi.
Contoh :
-Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
-Ikan Paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
kesimpulan —> Semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan

2. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif dibidani oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan penalaran yang beralur dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada penyimpulan yang bersifat khusus. Sang Bagawan Aristoteles (Van Dalen:6) menyatakan bahwa penalaran deduktif adalah, ”A discourse in wich certain things being posited, something else than what is posited necessarily follows from them”. pola penalaran ini dikenal dengan pola silogisme. Pada penalaran deduktif menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Dalam penalaran ini tedapat premis, yaitu proposisi tempat menarik kesimpulan. Untuk penarikan kesimpulannya dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penarikan kesimpulan secara langsung diambil dari satu premis,sedangkan untuk penarikan kesimpulan tidak langsung dari dua premis.
Contoh :
-kulkas  adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
-air conditioner adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
kesimpulan —> semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi

 Referensi :
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
2. http://aryonelmessi.wordpress.com/2011/02/24/penulisan-ilmiah-2/

PENULISAN KARYA ILMIAH


PENULISAN ILMIAH

A.      DEFINISI PENULISAN ILMIAH
Penulisan Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Dari definisi yang lain dikatakan bahwa karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Dari pengertian tersebut secara awal kita dapat mengenal salah satu ciri khas karya ilmiah adalah lewat bentuknya yakni tertulis, baik di buku, jurnal, majalah, surat kabar, maupun yang tersebar di internet, di samping ciri lain yang mesti dipenuhi dalam sebuah karya ilmiah.
B.      JENIS – JENIS KARYA ILMIAH
1.       Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data dilapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikirdeduktif atau induktif.

2.      Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkandata di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripadaanalisis dalam makalah.


3.      Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain.Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitianlangsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupatemuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih dibidang spesialisasinya.

4.      Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesismengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.


5.      Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat
dibuktikan oleh penulisberdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatutemuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan olehpenulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).


Referensi:
1. Teknik Menulis Karya Ilmiah, Bambang Dwiloka, Penerbit Rineka Cipta, 2005
2. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi, Drs. M. Hariwijaya, Tugu Publisher, 2008
3.http://aryonelmessi.wordpress.com/2011/02/24/penulisan-ilmiah-2/
4.http://www.fali.unsri.ac.id/index.php/menu/42



Senin, 01 Oktober 2012

SEJARAH BAHASA INDONESIA


Nama         : fatya ayu hefita
Npm           : 22210638
Kelas          : 2 EB 21
SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa indonesia mulai diresmikan pada saat dibacakannya proklamasi indonesia dimana bahasa indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan seluruh nusantara walau berasal dari bahasa melayu dan mulai berkembang seiringnya waktu dan jaman bahasa indonesia tetap menjadi bahasa yang utama digunakan, walau pun seluruh indonesia beragam bahasanya bahasa indonesia tetap bahasa persatuan memang tidak semua daerah fasih bahasa indonesia namun bahasa indonesia harus tetap digunakan.
Pemuda-pemudi Indonesia pada masa pergerakan berhasil menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia. Dalam kongres tersebut tercetuslah ikrar bersama yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda . Ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober 1928 itu salah satu butirnya adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Adapun bunyi ikrar lengkap pemuda Indonesia yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut.
Teks Sumpah Pemuda
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Secara historis bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu Riau sebab bahasa yang dipilih sebagai bahasa nasional itu adalah bahasa Melayu, yang sudah menjadi lingua franca di pelabuhan-pelabuhan perniagaan yang tersebar di wilayah Nusantara, yang kemudian diberi nama bahasa Indonesia.
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.

Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:

Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380
Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.

Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:
Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.
Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia,Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia,Bahasa resmi kerajaan.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

 Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.

Sumber :

JATI DIRI BAHASA INDONESIA


Nama         : fatya ayu hefita
Npm           : 22210638
Kelas          : 3 EB 21

Bahasa Indonesia adalah Bahasa Pemersatu dan Jati Diri Indonesia

Bahasa indonesia adalah bahasa pemersatu nusantara, walaupun indonesia memiliki keragaman budaya dan bahasa daerah namun bahasa indonesialah yang menjadi bahasa tunggal pemersatu bangsa indonesia. Jika tidak ada bahasa mungkin kita tidak bisa berkomunikasi seefektif sekarang.
Tongak lahirnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ketika para pemuda Indonesia mendeklarasikan sebuah sumpah yang dikenal dengan sumpah pemuda 28 oktober 1928. Sejak saat itu, Bahasa Indonesia sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi nusantara ini.
Kita sebagai generasi mudah haruslah mampu memepertahankan bahasa yang indah ini yaitu bahasa indonesia walaupun tak bisa dihindari bahasa asing dalam hal ini bahasa inggris memang dibutuhkan dalam dunia pekerjaan, namun bukan sebagai bahasa utama.
Bahasa indonesia yang kita miliki memang tak luput dari sejarah yang sangat luar biasa dan bahasa indonesia itu sendiri berasal dari bahasa melayu yang kini menjadi bahasa indonesia yang sempurna, orang indonesia harus bangga akan hal itu menjadi,memiliki dan menggunakan bahasa indonesia akan menjadi hal yang penting bagi bangsa indonesia ini.








Sabtu, 09 Juni 2012

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Tugas:


          Desima happy sianipar                ( 21210840 )
          Destyana eka watik sari              ( 29210481 )
          Dwi astuti                           ( 22210174 )
          Fatya ayu hefita                     ( 22210638 )
          Nur indri pangesti                   ( 25210134 )
          Novianti                             ( 25210076 )
          Sheilla tamara                       ( 26210507 )
          Tri Yulidiantika                     ( 26210974 )

 Perlindungan Konsumen

1.     Pengertian Konsumen
2.    Asas dan tujuan konsumen
3.    Hak dan kewajiban konsumen
4.   Hak dan kewajiban pelaku usaha
5.    Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
6.   Tanggung jawab bagi pelaku usaha
7.    Sanksi bagi konsumen dan pelaku usaha
1. Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.bJika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor.

2. Azas dan Tujuan
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.     Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3.    Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.    Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.    Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 

Sedangkan asas-asas yang dianut hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 UU PK adalah :
7.     Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

8.    Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 47 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.


9.    Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

10.  Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

11.    Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum


3. Hak dan Kewajiban Konsumen

Adapun hak konsumen diatur didalam Pasal 4 UU PK, yakni:
12.   Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari barang/jasa yang dikonsumsinya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

13.   Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau mengkonsumsi barang/jasa yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi bebas dalam memilih barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih barang/jasanya.


14.Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu harus memperoleh informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya.

15.Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan di barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya. www.tunardy.com 

Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah :
16.hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

17.hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;

18.hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;

19.hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
20.hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah :

21.beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

22.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

23.memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

24.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

25.memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

26.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian  dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

27.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha :

Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
.
Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama adalahlarangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
1.tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3.tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5.tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6.tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7.tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8.tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
9.tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
10.tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi.
Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
(4)  Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Bila kita perhatikan secara seksama, ketentuan ayat (4) tidak mengatur pelanggaran ayat (3). Ternyata untuk pelanggaran ayat (3), diatur melalui peraturan yang lebih spesifik. Yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Kesehatan. Untuk kedua bidang ini berlaku adagium lex specialis derogat lege generalis. Artinya peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum.

7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

 
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :

1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.  

8. Sanksi

Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat


Sumber :
-http://syafiqri.blogspot.com/2011/05/sanksi-pelaku-usaha-perlindungan.html 
- www.tunardy.com
-http://pipp.rembangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=63:perlindungan-konsumen&catid=3:newsflash
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen