Sabtu, 17 Desember 2011

Koperasi dan UMKM Sebagai Penggerak Pemberdayaan Masyarakat & Kemandirian Bangsa


tugas makalah kelompok  :
sheilla tamara        26210507
fatya ayu hefita     22210638
tri yulidiantika       26210974
destyana w.           29210481
novianti                  25210076




1.Tentang Credit Union

Koperasi dan UMKM Sebagai Penggerak
Pemberdayaan Masyarakat & Kemandirian Bangsa

ABSTRAK
Globalisasi, persaingan bebas dan sistim perekonomian yang kapitalistis ditengerai menjadi ”biang kerok” hancurnya sendi-sendi ekonomi dan kedaulatan negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Negara semakin tidak mampu lagi menentukan nasib negaranya termasuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan rakyatnya. Negara terlalu sering ”tidak hadir” di tengah penderitaan rakyatnya sendiri. Kapitalisme global begitu menjerat, menyandera, dan ”merebut” kedaulatan sosial ekonomi di Indonesia. Arah ekonomi Indonesia semakin “merisaukan” dan ”roh pembangunan” untuk rakyat semakin hilang. Ekonomi pasar ”telah gagal” mengurangi kemiskinan dan gagal mengakhiri pengangguran. Pembangunan ”menggusur orang miskin” dan menjadikan mereka semakin termarginalisasi ”bukan menggusur kemiskinan”. Maka rakyat dengan segala kekuatan transformatif yang dimilikinya mau tidak mau harus siap menyelamatkan dirinya sendiri untuk terhindar dari kondisi yang lebih buruk. Rakyat memiliki potensi kekuatan transformatif luar biasa seperti koperasi credit union dan UMKM sebagai penggerak ekonomi rakyat. Apabila kekuatan-kekuatan transformatif dikelola dengan baik maka rakyat mampu membentuk konstruksi masyarakat yang dicita-citakan. Masyarakat yang berdaulat secara sosial ekonomi, sejahtera dan lebih bermartabat.
1.            PENDAHULUAN
Pada era globalisasi dan persaingan bebas, komitmen pemerintah benar-benar diuji yaitu sejauh mana komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan sila ke-lima Pancasila dan masyarakatnya. Selain memberikan manfaat, globalisasi sekaligus mendatangkan mudarat. Aneka bentuk perjanjian baik bilateral maupul multilateral yang bersifat mengikat (binding agreement) dilakukan pemerintah dengan negara-negara lain. Tidak sedikit kesepakatan yang diambil ”menabrak” kepentingan nasional. Kesepakatan-kesepakatan tersebut bisa merupakan tahapan menuju integrasi perekonomian regional (seperti ASEAN 2015, ACFTA) ataupun global (WTO).Bentuk liberalisasi pasar dan privatisasi pada banyak sektor yang semestinya dikuasai negara karena menguasai hajat hidup rakyat banyak, tidak lagi di bawah kendali negara (Prabowo, 2008). Nasib masyarakat dan bangsa Indonesia diserahkan pada ”mekanisme pasar”. Kolonialisme baru secara diam-diam telah merasuk jauh ke dalam wilayah kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan kita.Negara tidak lagi leluasa mampu memberikan perlindungan atau skema perlindungan kepada para buruh, nelayan, petani, pengrajin, termasuk koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) – atau seluruh pelaku perekonomian di Indonesia.
2. DOMINASI ASING PADA PERBANKAN NASIONAL
Meningkatnya jumlah bank umum nasional yang kepemilikannya dikuasai asing semakin meningkat pesat semenjak keluarnya UU No 10 tahun 1998, kemudian diikuti dengan Keppres No 171 thaun 1999 yang memberikan peluang pihak asing untuk memiliki bank umum nasional hingga sembilan puluh sembilan (99) persen (Tabel 1). Bagi bank/lembaga asing tentu sebagai kesempatan untuk menguasai kepemilikan (saham) bank-bank umum nasional dan sejumlah alasan bisnis yang mendasarinya. Memang keluarnya UU tersebut terkait dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan memenuhi anjuran IMF.

Secara umum bisnis perbankan di Indonesia masih beroperasi pada tingkat yang tidak efisien. Hal ini mengingat spread yang diperoleh perbankan antara 6 persen – 12 persen sebagai suatu persentase yang sangat tinggi dibandingkan perbankan di negara maju bahkan negara-negara tetangga sekalipun. Kondisi yang menggiurkan seperti inilah yang mendorong investor asing tertarik untuk berbisnis perbankan di Indonesia. Perkembangan yang begitu cepat terjadi, bahkan statistik Bank Indonesia menyebutkan lebih dari 67 persen aset perbankan nasional dikuasai oleh investor asing. Diperkirakan persentase tersebut lebih besar lagi pada tahun-tahun mendatang.

Tabel 1: Asing Kuasai Perbankan Nasional

No
Bank Nasional
Kepemilikan Asing
( persen)
Nama Bank/Lembaga Asing
Negara
1
Danamon
67,42
Temasek Holding
Singapura
2.
Bank Buana
68,94
UOB Singapura
Singapura
3.
UOB Indonesia
100,00
UOB Singapura
Singapura
4.
NISP
72,00
OCBC
Singapura
5.
OCBC Indonesia
100,00
OCBC
Singapura
6.
Swadesi
76,00
State Bank of India
India
7.
Indomonex
76,00
State Bank of India
India
8.
Nusantara P
75,41
Tokyo Mitsubishi
Jepang
9.
CIMB Niaga
96,92
CIMB Group Sdn Bhd
Malaysia
10
Bumiputera
69,90
ICB Finc.G. Holding AG
Malaysia
11
Mestika Dharma
80,00
RHB Capital Berhad
Malaysia
12
BII
54,33
Maybank
Malaysia
13
Haga
100,00
Rabobank
Belanda
14
Rabobank
100,00
Rabobank
Belanda
15
Hagakita
100,00
Rabobank
Belanda
16
Halim Internasional
90,00
ICBC China
China
17
Swaguna
99,98
Victoria
Australia
18
ANK
95,00
Commonwealth
Australia
19
Panin
35,00
ANZ Bank
Australia
20
ANZ Panin Ind
100,00
ANZ Bank
Australia
21
SCB Indonesia
100,00
Standard Chatered B
Inggris
22
Permata
44,52
Standard Chatered B
Inggris
23
BTPN
71,86
Texas Pacific
AS
24
Bank Ekonomi Raharja
98,96
HSBC
Hongkong

Sumber: Kompas, 19/8/2009, dan 18/2/2011

Bank-bank umum nasional yang kepemilikannya dikuasai pihak asing tersebut juga berhasil merebut pangsa pasar kredit usaha MKM (Mikro, Kecil, Menengah) dan semakin giat menggarap segmen ini bahkan sampai di desa-desa. Bahkan bank-bank tersebut juga gencar menawarkan kredit tanpa agunan untuk di bawah Rp 50 juta. Pada satu sisi kehadiran bank/lembaga asing bisa menurunkan tingkat bunga kredit yang diperoleh pengusaha MKM yang selama ini bisa lebih dari 30 persen menjadi kurang dari 20 persen. Tentu hal ini menguntungkan bagi pengusaha MKM. Namun tidak bagi BPR, lembaga keuangan mikro di desa termasuk juga koperasi Credit Union. Mereka kemungkinan tak akan mampu bersaing.
Memang bila proses kepemilikan pihak asing atas perbankan nasional ini meningkat secara terus menerus tidak terkendali - kedaulatan perekonomian nasional terancam ”dikooptasi pihak asing”. Sistim perbankan yang merupakan pilar utama aktivitas perekonomian akan dikendalikan pihak asing. Sungguh suatu yang mengherankan memberikan kebebasan pada pihak asing untuk menguasai pemilikan sebuah bank nasional. Negara Malaysia membatasi pemilikan pihak asing atas suatu bank tidak boleh melebihi 26 persen, Australia membatasi sampai dengan 15 persen dan Amerika Serikat 10 persen. Lebih ironis lagi bank-bank nasional Indonesia tidak bisa memasuki/membeli bank-bank di luar negeri termasuk di Malaysia sekalipun. Dengan dikuasai asing kemungkinan ekonomi Indonesia ”bisa saja lebih maju”. Tetapi Indonesia tidak lagi merdeka dan itu tidak akan diterima bangsa Indonesia yang tidak mau dijajah bangsa lain.

3.Pengertian Credit Union
Credit Union atau Koperasi Kredit (simpan pinjam) biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.Tetapi Credit Union di seluruh dunia melayani anggotanya lebih dari sekedar sebuah layanan keuangan dan koperasi.Credit Union memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk memiliki institusi keuangan sendiri dan membantu para anggotanya menciptakan peluang untuk memulai usaha kecil-kecilan, membangun rumah bagi keluarganya, dan menyekolahkan anak-anak mereka. Di sejumlah negara, anggota  mendapatinfo bisnis koperasi, menikmati simpan pinjam koperasi dan menjalankan demokrasi dalam Credit Union.
Credit Union memiliki tiga (3) prinsip utama yaitu:
1)Swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya);
2)Setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota);
3)Pendidikan dan Penyadaran (membangun watak adalah yang utama; hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Yah, karena Credit Union memang bersifat demokratis. Selain ada kerja sama keuangan di antara anggota, kedudukan semua anggota sama (equal). Masing-masing anggota memiliki hak yang sama, memiliki hak suara untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus. Sebagai perantara keuangan, credit union membiayai peminjaman portofolio mereka dengan memutar dan membagi simpanan anggota, menciptakan berbagai peluang bagi keturunan para anggota.
Sejarah Credit Union
Sejarah koperasi kredit dan simpan pinjam dimulai pada abad ke-19.Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri.Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan.Penduduk pun kelaparan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit.Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi.Sehingga banyak orang terjerat hutang.Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat.
Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri.Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin.Banyak pekerja terkena PHK.Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran.
Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin.
Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.
Ada enam pilar / hal pokok bagi pengembangan koperasi kredit, yakni swadaya, kerja sama, efisiensi, solidaritas, kesejahteraan bersama, dan pendidikan yang bersinambungan. Keenam hal itu bisanya dimasukkan dalam lingkup bahan pendidikan, baik secara formal maupun secara informal, secara lisan maupun tertulis.
Para penggerak koperasi kredit di Indonesia maupun di negara maju seperti Amerika Serikat dan Canada berprinsip bahwa orang-orang yang hendak menjadi anggota koperasi itu harus melalui satu tahapan pendidikan awal yang disebut latihan dasar selama lima sampai tujuh hari. Aspek pendidikan dalam lingkup pengembangan koperasi kredit sangat penting karena di samping koperasi kredit adalah gerakan ekonomi melalui kegiatan pendidikan. Koperasi kredit adalah gerakan ekonomi melalui kegiatan pendidikan, dan koperasi kredit adalah gerakan pendidikan melalui  kegiatan ekonomi. Koperasi kredit berkembang karena pendidikan. Koperasi kredit mendapat pengawasan oleh pendidikan! Koperasi kredit bergantung sebagian besar pada pendidikan.
Koperasi kredit dapat digolongkan maju diteropong dari mutu pengurus dan anggotanya dengan pertanyaan-pertanyaan, apakah mereka telah mengikuti ragam pelatihan, antara lain:
  • Latihan dasar
  • Latihan kepemimpinan
  • Latihan auditing koperasi kredit
  • Latihan manajemen keuangan
  • Latihan manajemen umum
  • Latihan perencanaan dalam koperasi kredit
  • Latihan dalam silang pinjam antarprimer koperasi kredit
  • Latihan penataan dana perlindungan bersama (asuransi untuk para anggota)
  • Latihan kewirakoperasian (entrepreneurial cooperative)
  • Latihan untuk para pelatih.
Latihan-latihan di atas secara langsung atau tidak langsung memberikan hasil tertentu bagi pengembangan koperasi kredit (credit union) yang dirintis sejak 1970 di bawah ayoman BK3I.
    4. KOPERASI CREDIT UNION - PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Kedaulatan sosial ekonomi seperti yang diamanatkan pada konstitusi Pancasila dan UUD 1945 dalam pelaksanaannya perlu ”diperjuangkan” banyak pihak. Tekanan pihak asing yang sudah dan masih akan gencar lagi, bisa-bisa semakin menggoyahkan kedaulatan sosial ekonomi Indonesia. Apalagi arah pembangunan nasional semakin merisaukan” dan ”roh pembangunan untuk rakyat hilang”. Maka rakyat mau nggak mau harus bisa bangkit dengan kekuatannya sendiri. Masyarakat dengan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya diharapkan mampu menghadang kekuatan neoliberalisme yang sudah memasuki dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan, kejamnya kolonialisme berhasil diusir dari Indonesia karena ”rakyat bersatu”. Pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam hal ini menjadi kebutuhan yang mendesak. Peranan koperasi Credit Union sebagai salah kekuatan ekonomi kerakyatan menjadi begitu signifikan.
Terdapat nilai-nilai intrinsik menjadi sumber keberdayaan masyarakat dan dunia usaha. Sumber-sumber tersebut antara lain nilai kekeluargaan, kegotong-royongan, kejuangan, dan yang khas pada masyarakat kita - kebhinekaan. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan suatu masyarakat dan dunia bisnis mampu bertahan (survive), dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang sulit melepaskan diri dari perangkap dan himpitan kekuatan global, kemiskinan dan keterbelakangan.
Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata sebuah konsep ekonomi, pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi secara harafiah berarti kedaulatan rakyat di bidang ekonomi, di mana kegiatan ekonomi yang berlangsung adalah ”dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Konsep ini menyangkut masalah penguasaan teknologi, pemilikan modal, akses ke pasar dan ke dalam sumber-sumber informasi, serta keterampilan manajemen (Woolcock, 2002). Agar demokrasi ekonomi dapat berjalan, maka aspirasi masyarakat yang tertampung harus diterjemahkan menjadi rumusan-rumusan kegiatan yang nyata.
Kehadiran lembaga keuangan mikro selama ini sangat membatu terutama bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan rumah tangga terutama di pedesaan. Berbagai kemudahan persyaratan dan pelayanan ditawarkan menjadikan lembaga kuangan mikro menjadi alternatif menarik bagi mereka yang membutuhkan akses dana. Lembaga keuangan mikro tersebut antara lain: ada koperasi, BMT, Lembaga Perkreditan Desa (LPD), BUKP, dan Credit Union (CU). Di antara beberapa lembaga keuangan mikro tersebut Koperasi Credit Union (CU) merupakan salah satu lembaga kuangan mikro yang unik dan begitu pesat perkembangannya seperti di Kalimantan dan di daerah lainnya.

A. GERAKAN KOPERASI - CREDIT UNION (CU)
Keberadaan koperasi pada awalnya merupakan bentuk perlawanan dari kegagalan sistim kapitalisme dan menjadi jalan tengah adanya ketegangan tarikan antara sistim dominasi negara dan sistim fundamentalisme pasar. Koperasi merupakan organisasi yang berbasis pada ”orang” bukan berbasis pada modal. Sejak jaman kolonial Belanda terdapat delapan Undang Undang dan satu Perpu yang mengatur Perkoperasian di Indonesia (Suroto, 2011). Keberadaan koperasi mendapat pengakuan resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa karena koperasi telah berkontribusi nyata dalam pembangunan sosial ekonomi masyarakat. Sebagai sebuah sistem koperasi tumbuh di hampir 100 negara yang berbeda sistim ideologi, sosial, ekonomi dan politik. Bahkan pada Sidang Umum PBB 19 Desember 2009 telah ditetapkan bahwa tahun 2012 sebagai Tahun Keperasi Internasional.
Di Indonesia terdapat Koperasi - Credit Union atau dikenal sebagai koperasi kredit sejak tahun 1970an dan mempunyai peranan penting dalam hal keuangan, kelembagaan dan sosial. Sebagai lembaga keuangan berbentuk koperasi, Credit Union dimiliki dan diawasi oleh anggota yang memanfaatkan pelayanannya. Credit Union tidak dimaksudkan untuk memupuk keuntungan (profit oriented) dan dirancang sebagai wadah yang aman dan nyaman bagi anggotanya untuk menabung dan mendapatkan pinjaman serta pelayanan jasa-jasa keuangan lainnya dengan biaya bersaing (WOCCU, 2003). Sesuai dengan kebutuhan anggota dan perkembangannya, Credit Union menyediakan jasa-jasa keuangan seperti halnya lembaga keuangan perbankan seperti rekening giro, tabungan, pinjaman berbagai tujuan, asuransi dan jasa pengiriman.
Credit Union/koperasi kredit tidak banyak berbeda dengan KSP/USP dalam hal operasionalnya. Hal yang membedakan dengan jenis koperasi lainnya, Credit Union melakukan mobilisasi tabungan dan bergantung pada ”sumberdaya sendiri”. Kemandirian Credit Union sebagai lembaga keuangan mikro semakin tangguh karena dikelola secara profesional dengan tetap memperhatikan aspek solidaritas para pemangku kepentingan di dalamnya yang didasarkan pada prinsip kerelaan sesuai peran masing-masing.
Berkaitan dengan kerja dan kinerja Koperasi-Credit Union terdapat dua kharakteristik penting yang membatasi: (1) Dalam sebuah Credit Union (dalam koperasi secara umum) anggota adalah pemilik organisasi sekaligus konsumen output dan pemasok input organisasi tersebut. Kharakteristik demikian mempunyai implikasi bahwa anggota tidak dapat secara langsung memaksimisasi keuntungan dalam lingkungan Credit Union; (2) Dalam sebuah Credit Union, seorang anggota juga merupakan sumber permintaan sekaligus penawaran dari dana kredit. Credit Union kemudian menjadi perantara antara anggota penabung dan anggota peminjam. Heterogenitas tersebut sering menjadi sumber konflik antar anggota. Credit Union tidak dapat secara simultan memaksimumkan dividen untuk penabung dan meminimumkan bunga pinjaman bagi peminjam (Kusumajati, 2009).
.
B. PELUANG DAN POTENSI PEMBERDAYAAN
Koperasi Credit Union dalam “jati dirinya” memiliki pilar, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai Credit Union yang berlaku universal. Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa bila seluruh “jati diri Credit Union” dikelola dengan profesional maka pelan-pelan tapi pasti, anggota CU yang sebelumnya miskin selanjutnya mulai hidup lebih baik dan lebih baik lagi. Lama kelamaan semakin nampak perkembangan yang positif juga terjadi pada masyarakat sekitar. Perkembangan selanjutnya tidak saja dari segi materi, tetapi juga watak, kerjasama dan kebersamaan masyarakat pun semakin meningkat.
Selama ini kebanyakan gerakan Credit Union masih sebatas fokus pada aktivitas keuangan.Kinerja Credit Union berpeluang lebih banyak lagi bila juga melakukan ekspansi memfasilitasi anggota dalam “pengembangan bisnis” atau usaha-usaha produktif mereka (Regina, 2009).Credit Union bisa memanfaatkan kerjasama antar Credit Union baik Primer, Sekunder, maupun antar Puskopdit BKCU dalam pengembangan jaringan bisnis. Jaringan bisnis sangat potensial untuk penyediaan bahan baku yang dibutuhkan sekaligus pemasaran produk dan jasa-jasa. Tersedianya ICT (information and communication technology) yang sederhana seperti handphone (HP) dan internet sangat memungkinkan bekerjanya jaringan bisnis berlangsung secara efisien.Pola gerakan Credit Union ini mampu meningkatkan keunggulan bersaing UMKM sekaligus kemandirian bangsa di tengah menghadapi banjirnya produk-produk dari China dengan berbagai pilihan dan harganya super murah.
Beberapa langkah strategis telah dikembangkan tim PPM - Universitas Sanata Dharma untuk mendukung anggota CU Sandya Swadaya dan komunitas lainnya untuk pengembangan bisnis dan jaringan bisnis. Berbasiskan pada social enterprise (perusahaan sosial), social entrepreneurship (kewirausahaan sosial) dan pengelolaan secara profesional - menjadikan usaha ekonomi produktif anggota CU dan komunitas berkembang dan berkelanjutan. Secara garis besar tim mengadopsi dan mengadaptasikan model pengembangan perusahaan sosial yang telah terbukti berhasil di Filipina, Inggris dan Kanada, sehingga mampu meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan anggota CU dan masyarakat.
C. HAMBATAN - KOPERASI CREDIT UNION
Gerakan Credit Union yang berbasiskan ekonomi kerakyatan, secara nasional masih terkendala dengan keberadaan Undang-Undang No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dalam beberapa hal berbeda dengan prinsip-prinsip Credit Union yang diadopsi dari prinsip-prinsip koperasi universal. Sebagai akibatnya masih banyak Credit Union di Indonesia tidak menggunakan badan hukum koperasi. Berdasarkan Undang Undang Perkoperasian, Credit Union sering diklasifikasikan sebagai lembaga keuangan mikro informal atau bahkan illegal (Kusumajati, 2009). Namun demikian Credit Union tetap tumbuh dan berkembang berdasarkan prinsip-prinsip koperasi universal yang diadaptasi pada nilai-nilai lokal, terbangun dalam dan terkait dengan jaringan kelembagaan lokal, dan didukung oleh struktur kelembagaan Credit Union Global yang relatif kuat dan mapan. Bagi gerakan koperasi Credit Union, Undang-Undang memang bukan hal yang paling menentukan. Sebab dalam diri koperasi Credit Union sudah ada regulasi-diri yaitu nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang berlaku global. Sebagai bukti empiris walaupun tidak memiliki Undang Undang Koperasi, di Norwegia dan Denmark, koperasi berkembang dengan baik bahkan di antaranya termasuk dalam kelompok Koperasi Global 300. Pada koperasi global 300 – untuk negara berkembang - jumlah koperasi terbanyak berasal dari Thailand (40), Paraguay (20), dan Kolombia (20). Suatu yang mengejutkan - tak ada satupun koperasi di Indonesia masuk pada kelompok ini. Bahkan negara tetangga seperti Malaysia terdapat 13 koperasi, Vietnam (10), dan Sri Lanka (5).
RUU Perkoperasian tengah digodok di DPR dan ditetapkan dalam agenda legislasi pada tahun 2011. RUU Perkoperasian tersebut sebenarnya sudah diproses lebih dari 10 tahun. Secara “normatif” tujuan pemberlakuan Undang-Undang Perkoperasian diharapkan memberi status hukum koperasi, memfasilitasi kerja koperasi, dan memastikan bahwa koperasi-koperasi bekerja sesuai dengan prinsip koperasi yang berlaku universal atau sesuai dengan “jati dirinya”. Kerangka hukum Perkoperasian berfungsi mengatur organisasi dan kerja koperasi, melindungi dan memelihara karakter koperasi.

2.EKSISTENSI DAN PARTISIPASI KOPERASI CREDIT UNION DALAM MEMBANGUN "EKONOMI KERAKYATAN" DI INDONESIA

EKSISTENSI DAN PARTISIPASI KOPERASI CREDIT UNION DALAM MEMBANGUN "EKONOMI KERAKYATAN" DI INDONESIA
(Cuplikan Materi Seminar Nasional BKCU Kalimantan. Jakarta, 6 Mei 2011)

Ada tiga pelaku utama ekonomi di Indonesia yang berperan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional, yaitu BUMN, swasta dan koperasi.Namun dalam perkembangannya, sejak negara ini dibangun sampai saat ini, posisi tawar BUMN dan swasta dalam menguasai sumberdaya ekonomi sangat jauh lebih kuat dibandingkan dengan koperasi.Bahkan memasuki akhir tahun 1992 dalam perekonomian global muncul trend ekonomi berbasis konglomerasi.Hal ini berpengaruh kuat dalam perekonomian bangsa dan membuat kehidupan koperasi dan semangatnya semakin tidak begitu populer lagi. Bahkan dalam sebagian masyarakat Indonesia muncul pertanyaan : Apakah dalam era globalisasi ini masih relevan mengembangkan koperasi di Indonesia ?

Dari sekian banyaknya jenis koperasi di Indonesia, yang berkembang dengan baik dan mandiri adalah jenis koperasi CREDIT UNION, yang oleh jajaran pemerintah dikenal dengan panggilan KOPDIT (Koperasi Kredit) dan oleh masyarakat lebih akrab disebut CREDIT UNION. Beberapa media massa memberitakan bahwa Credit Union (CU) sebagai lembaga keuangan mikro non bank, dapat melakukan kegiatan-kegiatan keuangan mikro (micro finance) dengan amat baik, yakni menyediakan jasa keuangan dan pengembangan kapasitas bagi anggotanya.
Credit Union di Indonesia, secara nasional pada tingkat Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT) telah mencapai 34 Puskopdit/ pra Puskopdit dengan jumlah 943 Credit Union Primer 1.543.151 orang (anggota) dan asset Rp. 9,650 Triliyun per Desember 2010. Puskopdit BKCU Kalimantan adalah anggota INKOPDIT memiliki 46 Credit Union Primer tersebar di Kalimantan, Jakarta, Jawa Tengah, Jogjakarta, Sulawesi, NTT, Maluku dan Papua terdiri dari 453.100 orang (anggota) dengan asset Rp. 4,008 Triliyun per Desember 2010. Kondisi tersebut jelas mempunyai arti dan kontribusi dalam membangun "ekonomi kerakyatan" di negeri ini. Kinerja tersebut memotivasi dan memberi inspirasi pelaksanaan seminar nasional dengan tujuan sebagai berikut :

  • Memahami dan mencermati kembali paradigma eksistensi dan perkembangan koperasi Credit Union  baik di tingkat primer, sekunder dan induk sebagai pelayanan jasa keuangan dan pemberdayaan masyarakat/anggotanya di Indonesia.
  • Mengembangkan kerangka kerja untuk memahami lebih luas dan mendalam mengenai peran koperasi Credit Union sebagai kebangkitan ekonomi rakyat dalam tatanan ekonomi Indonesia dan pemberdayaan khususnya.
  • Memahami berbagai kendala penerapan perpajakan terhadap Koperasi dan UKM pada era kebangkitan ekonomi rakyat agar diperoleh kerangka konsep yang sesuai dalam pengembangan dan penetapan regulasi terhadap lembaga keuangan mikro yang layak bagi masyarakat ekonomi lemah.
4. PENUTUP
Soal kedaulatan sosial ekonomi merupakan persoalan ”ideologi”. Dalam hal ini menyangkut visi, komitmen,dan sikap keberpihakan politik. Bangsa ini tidak hanya butuh sekedar makan, tetapi yang lebih penting juga butuh harga diri, harkat dan martabat seperti yang diamanatkan dalam konstitusi negara kita. Karena itu pula sudah semestinya kita tidak mau didekte oleh pihak asing. Bung Karno dengan Trisakti-nya mengajarkan pentingnya ”berdikari di bidang ekonomi”. Kesejahteraan sosial ekonomi berdasarkan keringat sendiri di negeri sendiri.
Credit Union (CU) memiliki karakteristik dasar seperti koperasi dengan beberapa perbedaan dalam tata kelolanya. Dalam perkembangannya, Credit Union memiliki peranan yang sangat signifikan dalam memperkuat dan mewujudkan cita-cita gerakan Koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan serta memenuhi aspirasi dan kebutuhan anggotanya. Sebuah koperasi dibentuk karena ada sekelompok orang yang merasa senasib dan menyadari bersama nasib mereka harus diperbaiki. Koperasi sebagai organisasi ekonomi kerakyatan berwatak sosial, berdasarkan azas kekeluargaan merupakan suatu wadah usaha bersama memiliki peran yang strategis dalam tata ekonomi nasional. Kehadiran koperasi - Credit Union di tengah masyarakat turut meningkatkan mutu kehidupan masyarakat (kemandirian) lewat pendidikan yang rutin dilakukan CU terutama terhadap para anggota maupun masyarakat sekitarnya. Demikian juga solidaritas gerakan Credit Union akan semakin memperkokoh kemandirian bangsa seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

Daftar Pustaka
Kompas 23/4/2011, Harga Garam Naik – Targetkan Kenaikan Produksi 306.000 ton.
Kompas 26/1/2011, PM Sitanggang, Cerita Sukses “Credit Union”, CU Cinta Mulia, Pematang Siantar, Sumatera Utara
Kusumajati, Titus Odong, 2009, Credit Union: Sebuah Lembaga Keuangan Mikro Berbasis Anggota yang Mendorong Kemandirian, Seminar Mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro untuk Kemandirian Melalui Gerakan Credit Union, PPM – Universitas Sanata Dharma, 18 Juli 2009.
Prabowo, T.Handono Eko, (2008), Dari Piagam ASEAN Menuju Kemakmuran ASEAN, Business News, No 7721/Tahun LII, p.1-2.
Prabowo, T. Handono Eko dan Budisusila, A (2010), Model Penguatan Modal Sosial dan Akses Modal Untuk Pengentasan Masyarakat Miskin Yang Berkelanjutan – Studi Pada Komunitas Nelayan Pantai Depok, Bantul, Yogyakarta, Laporan Penelitian Hibah DP2M - STRANAS 2010.
Prabowo, T. Handono Eko (2010), Pengembangan Kekuatan Kekuatan Transformatif Masyarakat untuk Kedaulatan Sosial Ekonomi, Buku Pidato Dies Universitas Sanata Dharma ke-55.
Prabowo, T.Handono Eko dkk (2011), Inovasi Teknologi Produksi Garam Berbasis Industri Kerakyatan untuk Kemandirian dan Kesejahteraan Bangsa, Hibah DP2M – Penelitian Unggulan STRANAS 2011- 2012.
Regina, Ma. (2009), For the People with People:”Developing Social Enterprises in The Philippines”, Ateneo De Manila University Press.
Suroto, 2009, RUU Perkoperasian Kapitalis, Kompas, 25 April 2011
WOCCU, 2003, A Technical Guide to Rural Finance: Exploring Products, WOCCU Technical Guide # 3. http://www.woccu.org, diakses 20 April 2011.Woolcock, Michael. (2002). Social Capital in Theory and Practice: Reducing Poverty by BuildingPartnerships between States, Markets and Civil Society, UNESCO

Disarikan dari buku: Pengembangan Koperasi, penulis: Thoby Mutis, halaman 60-64.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar